
Begitu pula ketika kita membicarakan tentang juadah tradisional yang disajikan dalam pesta pernikahan di Padang Pariaman.
Kaya akan sejarah dan makna mendalam, makanan menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan istimewa ini.
Mari kita menjelajahi warisan kuliner yang memikat hati di balik pesta pernikahan tradisional ini.
Pesta pernikahan di Padang Pariaman tidak hanya sekadar merayakan ikatan dua insan, tetapi juga melibatkan persatuan keluarga, kerabat, dan sahabat dalam sebuah kebersamaan yang penuh makna.
Salah satu hal yang tak boleh dilewatkan adalah persiapan juadah tradisional yang menjadi pusat perhatian.
Yang tidak boleh di lewatkan adalah Juadah, juadah makanan tradisional khas merupakan hantaran yang wajib di bawa oleh keluarga mempelai wanita ke pada mempelai pria.
Juadah ini biasanya diantarkan sebelum beberapa hari pesta pernikahan berlangsung.
Isi dari Juadah itu adalah wajik, kareh-kareh, luwo, kanji, jalobio, kipang, jalobio kukung yang disusun di atas dulang atau rumah juadah.
Sepulang menghantarkan juadah, pihak mempelai Perempuan biasanya membawa sejumlah isi hantaran tersebut yang diisi oleh pihak mempelai pria.
Isinya tidak main-main, bisa berupa uang hingga emas, dan sejumlah perlengkapan rumah.
Terkadang juadah ini menjadi sindiran kepada anak laki-laki di padang pariaman. “den nandak makan juadah yuang” kata ibu pada anak laki-lakinya, berarti ibunya ingin anaknya segera menikah.
Juadah ini disusun menjadi 7 macam makanan yang tersusun rapi keatas. Nama-namanya ialah "Di antaranya wajik, kareh-kareh, luwo, kanji, jalobio, kipang, jalobio kukung. Kalau sudah disusun begini baru namanya juadah.
Pembuatan juadah ini memakan waktu yang cukup lama, minimal butuh tujuh hari untuk memasaknya.
“Seluruh makanan tersebut, bahan dasarnya dari beras ketan, tepung beras, gula merah dan minyak kelapa," ujarnya.
Memasaknya pun menggunakan tungku kayu agar ciri khas rasanya tidak hilang.
Alat yang digunakan dalam memasak juadah ini juga sangat unik, karena menggunakan tungku api dari tanah.
Tungku api ini dibuat dengan menggali dua buah lubang di tanah, satu untuk memasukan kayu dan satu lagi untuk menaruh alat memasak.
Alat memasak juadah ini juga memiliki nama tersendiri, yaitu kancah.
Kancah ini bentuknya hampir sama dengan kuali, namun lebih cembung.
Sedangkan alat pengaduknya bernama sudu, bentuknya hampir sama dengan pendayung sampan, hanya sedikit lebih kecil.
Dosen ISI Padang Panjang, Muhammad Fadhli, mengatakan juadah bukan sekedar makanan, tapi lebih dari itu.
Juadah memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat Padang Pariaman, karena proses memasaknya yang sangat rumit dan membutuhkan tenaga yang banyak.
Selama proses pembuatan juadah, Ajo Wayoik sapaan akrabnya, menilai ada proses gotong royong yang terjadi di tengah masyarakat.
Seluruh masyarakat ikut terlibat dalam proses pembuatan ini, tanpa menerima upah sepeserpun.
“Belakangan, karena proses pembuatannya yang panjang, banyak masyarakat meninggalkan makanan ini dengan mengganti hantaran menjadi makanan biasa,” ujar Ajo Wayoik.
Ia menilai hal ini terjadi bukan karena membuat juadah yang melelahkan, tapi lebih kepada jumlah orang yang masih bisa membuatnya terus berkurang.
Situasi itu membuat keluarga yang hendak menjalani proses pernikahan di Padang Pariaman kewalahan untuk membuatnya.
Situasi tersebut, menurut Ajo Wayoik harus menjadi perhatian bagi pemuka masyarakat Padang Pariaman, karena tanpa perhatian tradisi ini akan hilang.
Menurutnya, perlu pelestarian tradisi dengan melibatkan anak muda untuk bisa atau wajib dekat dengan tungku. Ajo Wayoik melihat juadah bukan persoalan makanan, tapi proses.
Dengan adanya juadah menandakan bahwa pernikahan itu bukan hanya melibatkan keluarga mempelai wanita dan pria, namun lebih dari itu.
"Pernikahan itu melibatkan seluruh masyarakat dari kedua belah pihak,” tuturnya.
Makna mendalam tersebut menurut Ajo Wayoik, memiliki beban moral yang besar bagi kedua mempelai agar tidak menggampangkan sebuah pernikahan yang dalam beberapa waktu belakang sering terjadi di Padang Pariaman.
Makanan tradisional ini memiliki rasa yang autentik dan kaya akan rempah, mencerminkan kekayaan budaya dan warisan kuliner yang harus dilestarikan.
Pesta pernikahan di Padang Pariaman bukan hanya sekadar acara, melainkan perayaan akan kehidupan dan cinta yang dirayakan melalui kelezatan juadah tradisional yang melampaui sekadar rasa.
Melalui makanan, terjalinlah hubungan yang erat di antara satu sama lain, menguatkan ikatan kekeluargaan dan persaudaraan.
Sebuah peringatan bahwa dalam setiap suap makanan, terkandung sejuta makna dan doa untuk keberkahan dan kebahagiaan.
Demikianlah kelezatan juadah tradisi makanan di pesta pernikahan Padang Pariaman mengajarkan kepada kita bahwa makanan bukan sekadar untuk mengisi perut, melainkan juga untuk mengisi jiwa dan hati dengan kehangatan dan kebersamaan.
Ayo jaga dan lestarikan warisan kuliner ini, agar setiap helai rasa dan aroma dapat terus hidup dan dikenang dalam setiap perayaan akan kehidupan.
(sebagian tulisan diambil dari : https://padang.tribunnews.com/2025/05/12/mengenal-tradisi-juadah-pernikahan-di-padang-pariaman-bukan-sekedar-makanan-tapi-ada-makna-tersirat?page=3)