-->
NGx9MGB7Nap6Nax5MaRbNqN7MmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE103

 Peran Lapau Bagi Masyarakat Minangkabau

Piamanexplore.com-"Pasurau, palapau, pagurau, putuih proyek di lapau kopi". Kalimat di atas adalah adagium yang sering kita dengar di tengah masyarakat Minangkabau sejak dahulu. Di tahun 1980-an sangat tabu bagi laki-laki Minangkabau yang tidak mau singgah dan duduk di lapau.

Orang Minangkabau yang dipandang itu adalah mereka yang pandai ke surau, dan suka bergurau di lapau. Tokoh hebat Minangkabau pun banyak yang "terlahir" dari lapau. Saat sekarang, di zaman modern ini juga sering kita dengar ungkapan, "Putuih proyek di lapau kopi."

Jadi, lapau merupakan wadah dan tempat berkomunikasi antarsesama dalam mendiskusikan segala macam permasalahan termasuk dalam memutuskan suatu kesepakatan dan menyelesaikan suatu permasalahan.

Lapau bagi masyarakat Minangkabau adalah sebuah bentuk media sosial dan sumber informasi yang paling cepat dan sudah ada sejak zaman dahulu.

Lapau berasal dari bahasa Minangkabau yang sekarang sudah dibakukan ke dalam bahasa Indonesia, dan sudah masuk ke dalam KBBI menjadi kata "lepau".Dalam KBBI, arti lepau adalah warung kecil atau kedai nasi.

Menurut wikipedia artinya warung minuman yang dilengkapi meja dan kursi panjang. Jadi lapau itu adalah bangunan sederhana yang dipergunakan untuk berjualan makanan, kopi, teh, dan berbagai penganan tradisional lainnya.

Pada masa lalu, lapau hanya berupa bangunan semi permanen yang tidak berdinding. Namun sekarang sudah banyak lapau yang di buat permanen atau menyatu dengan rumah pemiliknya.

Lapau mulai muncul pada akhir abad ke-18 seiring maraknya aktifitas niaga di daerah Minangkabau. Lapau didirikan di tepi jalan yang kerap dilalui oleh para pedagang dan musafir. Pada awalnya lapau ini dibuat tempat untuk beristirahat atau melepas penat sekaligus tempat berdiskusi.

Para pengunjung biasanya saling memberi informasi, mulai dari apa yang mereka jual, fluktuasi harga, kondisi pasar, hingga keadaan sosial politik di daerah yang mereka lalui. Seiring waktu, lapau menjelma menjadi pusat interaksi sosial warga sekitar.

Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kebiasaan orang Minangkabau yang suka duduk dan maota di lapau. Lapau adalah tempat belajar nonformal dan sumber informasi yang kadang-kadang lebih cepat dari media sosial yang ada saat ini.

Sebagai tempat diskusi, lapau menjadi arena demokratis yang mempertemukan orang-orang dari berbagai latar belakang, status sosial dan sudut pandang. Di lapau jugalah bisa melatih keterampilan seseorang dalam berbicara, berdialog, berdebat dan berdiplomasi.

Di sini juga berlaku tata krama bicara masyarakat Minangkabau dengan istilah Kato Nan Ampek yaitu kato mandaki, kato manurun, kato mandata dan kato malereng.

Karena yang duduk dilapau berasal dari berbagai latar belakang, ada mamak, kemenakan, sumando, pemuda dan berbagai profesi dan tingkat usia yang berbeda.

Secara tidak langsung, ota di lapaulah yang mengajarkan bagaimana cara berbicara dengan orang yang lebih kecil, yang setara, berbeda usia maupun orang yang lebih tua.

Bagi lelaki Minangkabau yang duduk di lapau mereka semua setara, banyak tokoh hebat yang "lahir" dari sini. Ota lapau dapat mengolah pikiran dan kematangan berpikir, jadi semua keterampilan dan keahlian itu tidak hanya dapat di sekolah, madrasah dan di surau saja.

Bahkan apapun kegiatan dan keputusan bagi kepentingan nagari, semua diputuskan di lapau, setelah matang barulah dibawa ke balai adat atau balairung rumah gadang, kegiatan ini pun bisa berlangsung sampai tengah malam.

Di ranah Minang, hingar bingar politik hingga isu yang sedang berkembang luas di tengah khalayak, selalu dibentangkan di tengah lapau. Mulai dari politik hingga pilprespun dibedah dengan beragam sudut pandang, apalagi yang duduk di lapau juga berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan pengalaman.

Setiap hari ada saja kaum waktu duduk di lapau sambil laki-laki yang menghabiskan maota dan juga main domino atau main koa. Lapau saat itu pun menjadi media yang begitu penting dalam menyebarluaskan informasi, ibaratkan media social yang ada di zaman digital ini.

Lapau bagi masayarakat Minangkabau menjadi media social yang membahas semua hal.Tidak tahu dari mana asal pembahaysana, karena topik yang hadir pun biasanya spontan saja dan bisa berubah-ubah.

Tergantung pada siapa yang menggiring paling vokal.Keberadaan lapau juga dianggap sebagai wadah "kekuatan politik". Filosofi lapau juga menyebut "Ota lapau itu bebas, cair dan dinamis".

Tidak ada intimidasi dalam ota lapau, semua boleh berpendapat tentang apa saja yang dipa haminya terhadap topik yang dibahas. Lapau di zaman dahulu diibaratkan androidnya generasi milenial hari ini.

Semua infromasi ada di sana. Begitu hebatnya lapau bisa menggiring pandangan dan pendapat seseorang terhadap sebuah kabar yang masih samar-samar. Bagi masyarakat Minangkabau, merugilah lelaki yang tidak ke lapau karena tidak akan mendapat informasi terbaru dan disebut tidak gaul.

Sebagai masyarakat Minangkabau kita patutlah bangga, karena jauh hari kita sudah memiliki lembaga tidak resmi sebagai penyaring informasi yang bernama lapau. Intensitas informasi di lapau mendahului televisi dan radio, apalagi internet.

Kalau dilihat dari ciri-ciri lapau masa dahulu, di dalam lapau memiliki meja panjang dan bangku panjang mengikuti ukuran meja.Ada juga berupa balai yang terbuat dari bambu yang dipotong dan disusun rapi untuk lesehan bagi pengunjung untuk bermain domino dan kartu koa.

Lapau ini dibuat semipermanen terbuat dari kayu dan papan, juga berdinding tadia yaitu semacam bambu yang dianyam. Atap lapau berupa ijuk atau rumbia, bangunannya berbentuk segi empat yang di tiga sisinya terbuka dengan daun jendela yang besar, sehingga sirkulasi udara menjadi lebih luas, karena biasanya di dalam lapau para kaum lelaki merokok.

Lapau biasanya buka dari pagi hingga malam hari, bahkan tidak jarang sampai tengah malam. Lapau ramai dikunjungi ketika waktu pagi sebelum masyarakat berangkat kerja, siang setelah istirahat bekerja, dan malam hari selepas magrib.

Berbeda dengan lapau saat ini yang semakin banyak dibuat secara permanen. Di sepanjang jalan berderet lapau yang dibangun secara mencolok dan menyatu dengan rumah. Bentuk dan tampilan lapau saat ini pun sudah semakin modern mengikuti kemajuan zaman, yang kini lebih sering disebut kafe.

Lapau sekarang dibangun dengan tampilan menarik dengan lampu yang terang benderang dan juga menyediakan tempat selfie. Fungsinya pun tidak banyak berubah, masih menjadi tempat berkumpul, minum kopi, teh telur dan juga cemilan lainnya, juga tempat menggelar diskusi dan sumber informasi bagi pengunjungnya,

Bahkan lapau saat ini sudah dilengkapi dengan wi-fi, bedanya yang paling kontras adalah, ketika dulu lapau menjadi tempat orang berlatih berbicara dan mengeluarkan pendapat, saat ini orang banyak berkumpul di lapau atau kafe namun asik berselancar di dunia maya, tanpa ada interaksi lagi dengan pengunjung lainnya, Karena semua asik dengan gawai atau telepon pintarnya masing-masing.

Kalau kita runut bagaimana keberadaan lapau dahulu dengan lapau atau kafe masa kini, sudah banyak mengalami pergeseran. Hanya wadah dan tempat berkumpul sajalah yang sama, itupun ada pengkotakan, jika lapau anak muda, maka jarang kita temukan para orangtua yang masuk ke sana. (sumber padang ekspres 5,12,22)

Share This Article :
1745663973787222366

Sejarah Nyi Eroh Ratu Galunggung Legenda Sang Permaisuri Gunung Api

Piamanexplore- Gunung Galunggung di Tasikmalaya dijuluki sebagai Ratunya Gunung di Jawa Barat.  Kawasan gunung Galunggung yang bercadas dan ...