-->
NGx9MGB7Nap6Nax5MaRbNqN7MmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE103

Seperti Apa Bebalai, Ritual Syukuran Orang Rimba Yang Melibatkan Para Dewa

orang rimba sedang berburu ikan
Piamanexplore-Pesta, syukuran ataupun kenduri adat juga berlaku pada Orang Rimba. Perayaan ini disebut dengan yang sakral bagi Orang Rimba. Melibatkan sesembahan, para dewa dengan perantara dukun-dukun.

Ritual ini juga membutuhkan aneka bunga, panggung tempat berbalai dan tentu bahan konsumsi selama ritual berlangsung.

Hingga kini praktek ini masih melekat dan di langsungkan dalam kehidupan Orang Rimba.

Praktek ini masih dijumpai pada kelompok Orang Rimba yang tinggal di dalam hutan dan masih menganut adat kepercayaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Ada tiga keadaan ritual bebalai dilangsungkan dalam kelompok Orang Rimba.

Pertama, Bebalai Sesangi, yaitu bebalai yang dimaksudkan untuk meminta petunjuk para dewa terhadap suatu pemasalahan yang ada di Orang Rimba.

Kedua, Bebalai Anjing Mati, yaitu bebalai yang dilangsungkan jika ada seekor anjing Orang Rimba mati di pondok Orang Rimba lain,

Maka pemilik pondok tersebut berhak untuk meminta diadakannya Bebalai serta memberikan denda berbentuk barang, seperti pisau, parang, dan lain sebagainya.

Terakhir, Bebalai Perkawinan, yaitu bebalai yang dilangsungkan pada saat Orang Rimba melangsungkan perkawinan dengan tanpa terjadi pelanggaran adat oleh kedua calon mempelai.

Disini pembahasan akan lebih terfokus ke Bebalai Perkawinan.

Bebalai yang ditujukan untuk perkawinan Orang Rimba sebenarnya memiliki kompleksifitas yang cukup tinggi serta persyaratan yang tidak dapat di langgar.

Hal itu dikarenakan pada saat dilangsungkannya bebalai, Orang Rimba percaya bahwa dewa akan langsung datang menyaksikan serta memberikan restu atau kutukan untuk Orang Rimba tersebut.

Maka dari itu, dalam melangsungkan bebalai tersebut, semua hal yang sekiranya dapat membuat dewa marah harus segera dijauhkan dari lokasi bebalai.

Untuk melangsungkan ritual bebalai, membutuhkan penentuan tempat dan persiapan yang lumayan panjang.

Untuk lokasi, biasanya balai di buat di pematong bukit yang memiliki hutan yang masih bagus, namun bisa juga di daerah kosong di dalam kawasan hutan.

Alasannya karena pada daerah tersebut akan memudahkan dalam mencari bahan untuk kebutuhan bebalai, serta memiliki postur tanah yang stabil.

Ukuran panggung balai berbentuk petak dengan ukuran 7 x 7 depa atau sekitar 12 x 12 meter. Panggung memiliki 12 tiang.

Angka 12 tersebut di gunakan karena menurut kepercayaan Orang Rimba, dewo yang tidak menyukai angka ganjil.

Kemudian Ambiyon, kayu yang diletakkan di langit-langit panggung bebalai, harus berjumlah 3 batang dan menggunakan kayu sejenis kayu meranti agar membuat panggung balai menjadi lebih kuat.

Lantai dan tiang balai harus terbuat dari kulit pohon Meranti. Sanggo (tempat bunga,sesajian dan tempat dewo) terbuat dari pohon meranti dan diletakkan di tengah panggung balai.

Uniknya, dalam pembuatan panggung balai tadi, tiang pertama yang akan dipasang, harus dipikul oleh pengantin laki-laki, sedangkan perempuan harus menggali lubang untuk tiang pertama tersebut.

Lalu kemudian bersama-sama dengan pengantin lelaki menancapkan tiang tersebut ke dalam lubang tadi.

Pembuatan panggung balai tersebut harus selesai dalam kurun waktu 3 hari. Jika melebihi, maka bebalai tersebut tidak akan di terima dewo.

Di dalam acara bebalai perkawinan, semua anggota kelompok bisa menghadiri serta dapat duduk di atas panggung balai tersebut, kecuali bagi perempuan yang sedang haid atau datang bulan.

Yang Haid dinilai tidak bersih serta orang yang sudah memakai alat mandi seperti sabun, sampo dan odol tidak diperbolehkan untuk datang karena dikhawatirkan dapat mengakibatkan dewo tidak akan datang.

Untuk makanan sendiri, hanya jenis ikan-ikanan serta buah-buahan saja yang dapat dimakan di atas panggung balai, selebihnya dapat dimakan di sekitar panggung balai.

Kemudian harus ada persembahan yang ditujukan untuk para dewo seperti bunga-bunga, tembekor, dan tempat untuk membakar kemenyan.

Ada satu tradisi unik yang terdapat di dalam acara bebalai perkawinan, yaitu tradisi Tunjuk Ajo.

Tradisi Tunjuk Ajo merupakan ritual yang berisi nasehat yang diberikan oleh para penghulu kepada pengantin.

Tunjuk Ajo untuk pengantin perempuan dan laki-laki tidaklah sama. Isi dari nasehat Tunjuk Ajo adalah sebagai berikut:

Tunjuk Ajo untuk Laki-laki Haruy patuh podo pengaturon rumah tanggo "haruy Humo Tanom, Louk Ikan, Kerayat Belanjo, Asam Gerom, Lemak maniy, Kintang Kali, Arah Perintah, Mikul yang panjong, Jinjing yang rehan"

dan jugo tontongon pengaturon bemalom "Jenji seminggu haruy belik 4 malom atau 5 malom, Belik haruy bewo louk/barang, kalua lewat dari seminggu bemalom mako jelon dihompong,

sebolum dibeyir penungkulon belik bolum biso belik, Sakit diperubat ko, Lapor dibori makon, hauy dibori minum"

Artinya Pengantin laki-laki harus mengikuti aturan berumah tangga "harus bercocok tanam/berladang, menyiapkan lauk dan ikan, peralatan diberi, menyiapkan barang yang dimakan,

kalau sakit diurus yang benar, menurut perintah aturan yang baik, kalau ado masalah besar samo ditanggung, masalah kecil samo diselesaikan dan juga pengaturan tentang bermalam

"janji pergi seminggu harus pulang 4 atau 5 hari, pulang harus bawa lauk/barang, kalau pergi lewat dari seminggu bermalam maka jalan menuju rumah di tutup,

sebelum dibayar denda pulang belum bisa pulang kerumah, sakit diobati, lapar diberi makan, haus diberi minum"

Tunjuk Ajo untuk Perempuan: Haruy patuh pado aturan rumah tanggo "Tikor bentol, kayu aik, masak mata, pelan begawe Sajang saji (nasi dipiring dipiring dibori ko, aik disiapkan digelay dibori ko),

situkak jengon tinggal tanggo, sepencang jengon tinggal laman, selamo jenton bemalom jengon sedikit dibori malu, karena malu jenton lobih tinggi, dikit bae depot malu mako setotok nye makon deging setitik nya minum deroh"

Pengaturon bemalom betina "bejenji tiga malom belik semalom, bejenji semalom belik hari, jengon kelehek tetawo, jengon saloh senyum saloh rupa"

Artinya: Harus patuh pada aturan rumah tangga "siap tikar bantal, siap kayu bakar dan air, harus memasak, harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga,harus menyiapkan makanan,

kalau suami pergi jangan meninggalkan rumah, kalau suami pergi jangan keluar dari halaman rumah, selama suami pergi bermalam jangan berbuat malu suami, karena malu suami lebih tinggi (cemburu),

kalau suami malu maka akan memukul atau memarahi "Pengaturan bemalam betina/istri "berjanji pergi tiga malam harus balik satu malam, berjanji pergi satu malam harus pulang hari, jangan tertawa untuk merayu laki-laki lain, jangan senyum untuk merayu laki-laki lain

Prosesi acara Bebalai Perkawinan biasanya berlangsung selama satu minggu karena kedua mempelai harus mengunjungi semua tempat tinggal dewo.

Jika tidak, mereka khawatir dewo tidak akan merestui dan bahkan dapat memberikan kutukan bagi mereka.

Orang Rimba memiliki banyak dewo yang mereka percayai. Lokasi dari banyak dewo tersebut cukup jauh, maka dari itu prosesinya pun lama.

Setelah semua ritual dan prosesinya selesai, pengantin akan tinggal selama satu minggu di rumah orang tua sang istri dan juga tidak boleh berhubungan badan selama kurun waktu tersebut.

Pada zaman dahulu acara bebalai perkawinan cukup sering dilakukan oleh Orang Rimba. Namun, pada saat sekarang ini acara tersebut sudah jarang di langsungkan.

Pengaruh adat serta kebiasaan orang luar atau masyarakat luar kepada Orang Rimba cukup besar

sehingga turut merubah pandangan Orang Rimba terhadap adat serta budayanya. Juga karena takut akan datangnya kutukan dari dewo dan jika pun dilaksanakan para dewo pun tidak akan datang (Dewo gunung di langit)

karena mereka sudah banyak melanggar aturan adat seperti menggunakan alat mandi (sabun, sampo dan odol) serta banyak memakan makanan yang sebenarnya tidak boleh dimakan bagi Orang Rimba.

Alasan terakhir yang menurut Tumenggung Ngrip paling mendasari kenapa acara bebalai perkawinan cukup jarang dilakukan.

Bebalai sangat erat kaitannya dengan alam yang ada di sekitar mereka. Semua persyaratan yang diwajibkan untuk membuat acara bebalai bersumber dari hutan dan alam tadi.

Hal ini dapat dilihat melalui bahan-bahan untuk pembuatan panggung balai hingga penggunaan sesajen untuk para dewo. Bunga-bunga, sesajen, hingga santapan pun semuanya diambil dari alam.

Maka untuk melaksanakan bebalai, keadaan hutan disekitarnya turut dapat menentukan seberapa sering kelompok Orang Rimba melakukan bebalai.

Share This Article :
1745663973787222366

Pariaman Lepas Landas 13 Desa Wisata Ini yang Mengikuti ADWI 2024

Piamanexplore- Kota Pariaman bersiap untuk menjadi salah satu kota terkenal sebagai destinasi wisata yang signifikan di Indonesia. Pada ta...